Blog Pribadi

Air Susu Di Balas Air Tuba

| Senin, 19 September 2011
Seorang petani tolol sedang asyik mengumpulkan kayu- kayu kering ketika dia mendengar jeritan. Dia menoleh kesana kemari, tapi tak melihat siapa- siapa. Jadi di teruskannya mengumpulkan kayu.
Sekali lagi terdengar jeritan. Kali ini dia mencari- cari dengan lebih teliti akhirnya di lihatnya seekor ular terjepit diantara batu- batu.
Petani itu meloncat mundur karena takut. Ular adalah binatang licik. Tapi, binatang itu memohon mengiba iba “tolonglah aku tuan, keluarkan aku dari bawah batu ini.”
“ya, aku bisa saja menolongmu,” jawab si petani, “tapi untuk apa? Kamu pasti akan mematuk aku dan menyemburkan racunmu. Bagaimanapun ular tetap ular.”
“astaga, aku tak kan pernah berbuat sekeji itu,” kata ular.
Akhirnya dengan mengabaikan akal sehatnya petani itu mengangkat batu yang menindih ular. Dibiarkannya ular itu merayap keluar.
Tiba- tiba ular itu mematuknya. Nyaris! Untung petani itu masih sempat meloncat menghindarinya.
“nah, benar, kan,” teriak petani.”kamu ular licik. Aku tahu itu. Mengapa kau membalas budi baik dengan perbuatan keji? Aku tak mengert.i”
“ada alasannya,” jawab ular. “memang begitulah hukum rimba. Air susu harus di balas dengan air tuba.”
Petani itu tak sependapat dengan si ular. “tak semua orang setuju dengan pendapatmu itu,” katanya. “jika ada orang yang berbuat baik terhadapku, aku akan selalu mengingatnya dan berusaha membalas kebaikannya.” Ular itu hanya mendengus.
“kita bertaruh saja,” katanya. “ carilah siapa yang setuju dengan pendapatmu, maka kau akan kulepaskan.”
Petani dan ular itupun berjalan bersama- sama. Mereka bertemu dengan seekor kuda tua yang melangkah terseok- seok. Ekornya yang berambut jarang dan lemah berusaha mengusir lalat yang merubung kakinya.
Si petani bertanya, “menurut pendapatmu, kuda tua, budi baik harus di balas dengan apa?” kuda menjawab, “dengan kejahatan.”
“mengapa kau berpendapat begitu”, tanya petani kecewa.
“sebab,” kata kuda tua itu sambil berusaha duduik dengan enak,” waktu aku masih muda dan kuat, majikanku selalu merawatku dengan penuh kasih.”
Kuda melanjutkan, “aku di beri kandang yang hangat dan jerami serta padi- padian yang cukup. Boleh makan sekenyang- kenyangku. Tapi... sekarang aku sudah tua dan lemah, aku diusirnya... begitu saja.”
“nah, apa kataku,” endus ular puas, “sekarang juga akan kupatuk engkau dengan gigiku yang berbisa.”
“tunggu dulu,” tergesa- gesa petani itu berseru. “sebaiknya kita tanyakan pada yang lain lagi.”
Keduanya meneruskan perjalanan. Di padang mereka melihat seekor domba sedang merumput. Petani bertanya padanya, “menurut pendapatmu, domba, budi baik harus di balas dengan apa?”
“dengan kejahatan,” kata domba tanpa menoleh.
“mengapa kau berpendapat begitu?”
Domba menjawab, “aku selalu memberikan wol untuk majikanku, tapi dia jahat. Di musim panas, dibiarkan nya buluku tumbuh lebat hingga aku pingsan kepanasan. Di musim dingin, di cukurnya buluku, hingga aku beku kedinginan.”
Ular mendesis, “bagus! Sekarang kupatuk kau dengan taringku yang berbisa.”
“sabar... sabar,” cegah si petani. “pasti ada pendapat lain lagi.”
Merekapun berjalan lagi. Untung, sebelum si ular melihat, petani itu telah melihat seekor rubah. Dia menyelinap dan berbicara dengan rubah itu
“ sebentar lagi aku akan menemuimu dengan seekor ular,” katanya menerangkan. “ kalau ku tanya, jawablah bahwa budi baik harus di balas dengan budi baik juga. Nanti ku beri kau anak domba, anak babi dan itik yang gemuk.”
“boleh juga tawaranmu,” jawab rubah. Setelah itu, petani kembali berjalan menjejeri ular.
Tak lama kemudian mereka berpapasan dengan rubah. “menurut pendapatmu, rubah,” kata petani,” budi baik harus di balas dengan apa?”
“dengan kebaikan,” jawab rubah tersenyum, terbayang olehnya daging lezat anak domba, anak babi, dan itik yang gemuk. Lalu ketiganya mengobrol, dan rubah mendengar bagaimana tadi ular terjepit di bawah batu. Dia tak percaya. Jadi mereka kembali ke tempat batu itu dan atas anjuran rubah, petani itu menindih kembali si ular dengan batu. Rubah benar- benar telah menyelamatkan nya.
Tapi malamnya, waktu rubah menagih janji, ternyata petani itu telah mengunci erat- erat kandang domba, kandang babi, dan serta kandang itik. Malahan, petani itu mengusirnya dengan acungan senapan dan dua ekor anjing galak.

0 komentar:

Posting Komentar